Pemerintah Masa Kecil
Hujan deras tak henti-hentinya menggelegarkan suara
gunturnya dari langit sana. Seorang anak kecil yang asyik mewarna gambar dari
guru TK nya tiba-tiba melonjak kaget. Tya namanya, anak perempuan berumur enam
tahun ini senang sekali menggambar dan mewarna, apapun Ia warna, terutama
dinding rumahnya yang sengaja dicat putih oleh ayahnya. Ia langsung berlarian
menuju pangkuan ayahnya yang sedari tadi menonton TV di ruang tengah, “Ayah…
Tya takut, ada suara aneh dari langit yah”, rengek Tya kepada ayahnya. “Iya,
gapapa kok Tya, ya udah Tya di sini aja mewarnanya ya?”, usul ayahnya. Akhirnya
Tya meneruskan mewarna gambar di pangkuan hangat ayahnya.
“Tara…singkongnya sudah matang, ayo siapa yang mau??? Masih
anget-anget ini…”, dari dapur, seorang ibu muda yang manis nampak membawa
semangkuk besar singkong goreng yang memang pas disantap saat turun hujan sore
hari. “Tya, Tya!” teriak Tya sambil
mengacung-acungkan tangannya. Ya, Ibu tahu betul apa kesukaan Tya saat
hujan turun sore hari, semangkuk singkong goreng bumbu kunir buatan Ibu yang sudah
biasa Ia habiskan bersama ayah tercintanya saat berkumpul bersama seperti ini.
“Kalo makan, mewarnanya berhenti dulu Tya, nanti kertasnya kena minyak goreng
lho”, Ibu mengingatkan. “Iya bu, tinggal mewarna rambutnya aja, habis itu Tya
berhenti”, jawab Tya tanpa memalingkan mukanya dari hadapan kertas yang telah
berwarna-warni itu.
“Yee.. selesai” sergah Tya kegirangan di pangkuan ayahnya.
“Udah makan dulu singkongnya Tya, keburu
ayah habiskan lho..” kata ayah sambil tersenyum mencoba meraih singkong yang
masih panas di atas meja itu. “Habis ini Tya mau ngapain lagi nih? Kan
mewarnanya udah selesai?”, Tanya ibu sambil menikmati singkong goreng itu. “Tya
nonton Tom and Jerry aja deh bu, udah lama Tya nggak liat Tom sama Jerry
kejar-kejaran”, sambil mengambil singkong di atas meja, Tya melanjutkan “Yah,
TV nya diganti dong. Jangan berita teus.. bosen yah..”, rengek Tya pada ayahnya
yang memegang remot TV. “Ah Tya kalau masih kecil itu seharusnya sudah dibiasakan
dengan menonton berita di TV, bagus untuk pengetahuan kamu!”, nasihat ayah yang
selalu Tya ingat sampai kapanpun.
“Memang ayah lagi
lihat berita TV apa yah?”, Tanya Tya polos. “Coba lihat deh! Usah keras
pemerintah dalam mengefisiensikan anggaran dana untuk memperbaiki infrastruktur
. Pemerintah lagi berusaha merenovasi jalan yang rusak Tya..biar masyarakatnya
nyaman, nggak ada macet-macet lagi...”tangkas ayah Tya, “oo..jalan yang rusak
itu! Jadi yang benerin jalan itu pemerintah ya yah??”, “Yap, seratus untuk
Tya..”, “Apa kalau sudah besar nanti Tya mau jadi pemerintah?” lanjut ayah yang
melihat putrinya melongo tak tahu apa itu pemerintah sebenarnya. “He’emm deh
yah.. Tya mau…”, “Assik, kalau itu mulai sekarang Tya harus jadi anak yang
rajin dan pintar. OK?”, dukungan ayah membuat sebuah senyum mengembang di pipi
Tya.
Sekitar satu jam lamanya Tya tertidur di pangkuan ayahnya. Lalu Ia terbangun oleh suara batuk ayahnya, “Uhhhuk”, suara ayah mengusik tidur nyenyak Tya saat melihat berita di TV tadi. “Beritanya sudah habis yah???”, Tanya Tya sambil menutupi kantuk di mulutnya. “Udah dari tadi Tya… kamu sih ketiduran…”, seru ayah bermaksud mengiming-iming Tya. “Gak papa deh yah, besok Tya bisa liat lagi kok”, jawab Tya pada ayahnya. Kemudian Ia meloncat turun dari pangkuan ayahnya menuju kamar tidurnya yang berada di depan ruang tengah tempatnya menonton TV bersama ayah dan Ibu tadi.
Tya setengah berlari menuju kamar tidurnya untuk melanjutkan mimpi indahnya, entah apa. Seperti terkena sandungan batu, Ia tiba-tiba berhenti, kira-kira dua langkah lagi menuju kamar tidurnya yang sayup-sayup karena langit di luar tengah mendung. Kemudian menolehkan wajah dan berkata pada ayah “Yah, Tya nggak mau jadi pemerintah deh! Kan harus benerin jalan terus setiap hari, nanti Tya bau got!, apalagi kalo siang hari, pasti panas, kan Tya nggak mau jadi hitem gara-gara benerin jalan yah… Nggak enak deh pokoknya! Maaf ya yah, sekali lagi Tya nggak mau. Dada semuanya …”. Sosok kecil Tya sudah memasuki kamar singgahnya, dan di ruang tengah hanya tinggal Ayah dan Ibu yang hanya bisa saling melempar senyum karena Tya yang masih belum tahu apa itu pemerintah sebenarnya.
Lusi sulistyaningsih.
Kangen singkong buatan Ibu dan pemerintah versi Ayah.
@ Lobby Asrama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar